Selasa, 13 Juli 2021

 KEMBALI MENATA PENA

Assalamu'alaikum. Selamat malam teman2. Tak terasa sudah sekian tahun saya tak pernah menulis lagi di blog ini. Termasuk dunia tulis menulis lainnya yang dulu saya gandrungi sudah sangat jarang saya asah lagi. Sekarang saya sudah tamat kuliah profesi Apoteker dan bekerja sebagai Apoteker Standbay di sebuah apotek swasta. Dan Alhamdulillaah juga sekarang saya sudah menikah dengan seorang sahabat yang saya kenal sejak di perkuliahan dulunya.

Entah kenapa saya sangat ingin bisa aktif menulis lagi, merangkai kata demi kata, mengabadikan setiap momen dan juga berbagai ilmu dan hikmah yang sudah saya rsakan hingga sekarang saya sudah berumur 28 tahun lebih. Istilahnya saya sudah lumayan merasakan berbagai lika liku kehidupan di umur saya yang sudah seperempat abad ini. Saya ingin mencoba mengurai kembali berbagai rahasia Tuhan yang telah diberikan pada saya sehingga saya mengalami berbagai macam peristiwa. Terkadang saya begitu susah untuk mengambil hikmahnya dikarenakan begitu banyaknya lika liku yang saya alami. Namun di lain sisi terkadang hikmahnya baru saya rasakan setelah sekian lama.

 Salah satu contohnya yaitu kenapa saya tidak diberi kemudahan untuk tamat kuliah sarjana lebih awal seperti teman-teman lainnya. Dan hal itu dikarenakan terjadinya miskomunikasi sama dosen saya di mata kuliah pilihan, yang membuat saya harus mengulang kembali matkul itu tahun depannya. Sedangkan teman-teman saya sudah pada mulai banyak yang wisuda di tahun itu. Di masa-masa itu, saya merasa begitu terpuruk dan jarang datang ke kampus karena tak sanggup melihat mereka yang sudah wisuda duluan. Saya pun juga sering menunda-nunda waktu untuk menemui dosenku untuk bimbingan. Disaat-saat itulah, sahabat-sahabat terdekat saya selalu menemani dan memberikan semangat pada saya. Dan Alhamdulillaah  lambat laun saya pun juga berhasil wisuda S1 dan langsung melanjutkan ke kuliah profesi hingga sekarang saya sudah bergelar apoteker.

Kenapa saya menganggap rahasia Tuhan itu menjadi suatu hikmah yang besar bagi saya? Karena seusai tamat kuliah profesi itu, saya mendapat tawaran bekerja di Apotek yang tak begitu jauh dari rumah saya di kampung. Seandainya saya cepat tamat, pastinya saya sudah ikutan teman-teman lainnya yang bekerja jauh di perantauan. Jauh dari keluarganya dan hidup di negeri orang. Dan saya sangat senang selalu bisa berkumpul bersama keluarga dan bisa merawat kedua orang tua yang sudah mulai beranjak tua. Begitupun bisa melihat perkembangan adik-adik di rumah. Termasuk Alhamdulillah saya bisa menikah dengan sahabat saya yang sejak kuliah selalu setia menemani saya dalam suka dan duka dan bisa menerima diri saya dengan kepribadiannya yang unik ini.

Hari-hari bersama dia terasa begitu menyenangkan sejak kami memutuskan untuk tinggal bersama sejak nikah. Walaupun pada awalnya kami sepakat untuk LDM dan hanya bertemu sekali sebulan.  Namun dikarenakan pandemi waktu itu yang melarang untuk bepergian, akhirnya suami saya memutuskan memulai usaha di kampung saya dan kami bisa tinggal bersama dalam waktu yang lama.

 Hidup saya terasa begitu berwarna karena ada dia yang selalu memberikan kehangatan dan saya lebih bisa mengekspresikan diri saya padanya yang jarang sekali saya bisa tampakkan itu pada orang lain. Saya juga bisa lebih cerewet dan kadang sisi-sisi gila saya pun juga tampak di depannya. Begitupun dengan dirinya. Tertawa dan menangis bersama. Semua kami lewati termasuk kami juga makin tau karakter masing-masing dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dan sampai saat ini kami masih berusaha untuk menerima karakter pasangan itu dengan segala plus minusnya. Aku seorang  plegmatis sedangkan dia seorang koleris tulen. Karakter kami sangat jauh berbeda. 

Salah satu yang menjadi kesamaan kami yaitu kami sama-sama pecinta kucing. Saat dirumah, kami merawat 4 ekor anak kucing dan hingga saat ini hanya satu yang masih bertahan hidup. Dan sekarang si kucing betina yang kami panggil momo itu sudah mulai menginjak masa remaja. Dan sudah mulai banyak kucing jantan yang mendekatinya:D. Kami sering menghabiskan waktu melihat kelucuan si Momo dan membicarakannya. Dan mungkin saja orang lain sering menganggap Momo itu sudah kami anggap sebagai anak sendiri. 

Ya, kami memang belum dikarunia rezeki mempunyai momongan dan itu mungkin salah satu penyebabnya karena saya sering bolak balik naik motor dari tempat kerja yang lokasinya sekitar 40 menitan dari rumah. Hal itu dikarenakan usaha yang dirintis suami saya ada di dekat rumah sehingga kami tidak mungkin ngontrak supaya dekat dari tempat kerja. Walaupun saya merasa capek bolak balik, tapi saya selalu merasa bahagia ketika berada di sampingnya. Namun kebahagiaan itu mulai mendapat ujian di bulan ramadhan kemaren. 

Bapak suami saya dijemput oleh Yang Maha Kuasa dikarenakan suatu penyakit yang tiba-tiba. Dan tinggallah ibunya sebatang kara di Sijunjung. Saat kami ajak untuk tinggal bersama disini bersama kami, beliau menolak dan bersikeras ingin tetap tinggal di sana. 

Sebagai anak satu-satunya, akhirnya suami saya memutuskan untuk menemani ibunya disana. Sedangkan saya masih terikat pekerjaan dan juga beberapa amanah yang harus saya selesaikan disini, dan saya belum tau kapan amanah itu akan selesai. Sehingga saya tetap kerja disini sedangkan suami saya harus menemani ibunya dan mulai merintis usaha dari awal lagi di sana.

 Begitu berat saya menerima keputusan ini, namun yang namanya anak lelaki tetap berkewajiban berbakti kepada orang tuanya. Sehingga saya melepaskan suami saya untuk tinggal bersama ibunya. Tangis air mata menemani hari-hari saya yang mulai merasa kesepian disini. Karena hanya pada suami saya lah, saya bisa mengekspresikan diri saya termasuk dengan berbagai kekonyolan yang saya miliki. Saya bisa bercerita panjang lebar dan suami saya mau menjadi pendengar yang menyenangkan. Namun sekarang saya sangat jarang bercerita, termasuk pada keluarga saya sendiri. Saya ingin bisa bercerita panjang lebar juga namun di keluarga saya jarang diajarkan terbuka sejak saya kecil. Sehingga saya tidak pandai dan kurang nyaman cerita pada mereka. Apalagi kalau mereka memberikan respons yang tidak saya harapkan saat saya bercerita.

  Saya mencoba untuk tetap semangat bekerja walaupun kalau dalam keheningan saya selalu teringat tentang kedaan yang sekarang sudah jauh berbeda. Saya sering tidak semangat melakukan apapun. Saya coba mengalihkan pikiran saya ke hal-hal lainnya, seperti menonton film kesukaan, merawat penampilan, melatih skill marketing untuk bisnis online saya, dan berbagai hal lainnya. Tapi rasa sepi ini masih selalu saya rasakan sehingga saya lebih memilih untuk berdiam diri di kamar sepulang saya bekerja. Saya terkadang juga masih komunikasi sama suami saya namun terkendala jarak dan jaringan disana yang belum stabil, serta karakter suami saya yang koleris dan juga lagi bersusah payah merintis usahanya disana, sehingga kami hanya punya sedikit waktu untuk komunikasi. 

Sampai saat ini, saya belum bisa mengetahui apa rahasia Tuhan dibalik ujian yang saya hadapi ini. Semoga saya bisa ikhlas menjalani ini semua. Dan segera bisa mengambil hikmahnya.Untuk itulah mungkin menulis bisa menjadi terapi dan bisa menemani hari-hari saya yang sekarang sedang berjauhan dengan suami. Semoga usaha suami saya selalu diberikan kelancaran dan dimudahkan rezekinya. Aamiin